Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya
dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana.
Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap
kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan
pencucian uang dan kejahatan terorisme.
Ruang Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber
law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau
aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet.
Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan
persoalan-persoalan atau aspek hukum dari:
· E-Commerce,
· Trademark/Domain Names,
· Privacy and Security on the Internet,
· Copyright,
· Defamation,
· Content Regulation,
· Disptle Settlement, dan sebagainya.
Topik-topik Cyber Law
Secara garis besar ada lima topic dari
cyberlaw di setiap negara yaitu:
· Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari
pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan
dan keabsahan tanda tangan elektronik.
· On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang
melalui internet.
· Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia
content.
· Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
· Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk
perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
Komponen-komponen Cyberlaw
· Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini
menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di
dalam dunia maya itu;
· Kedua, tentang
landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan
berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan,
aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online
dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab
hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
· Ketiga, tentang
aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek
dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;
· Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku
di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau
memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari
sistem atau
mekanisme jasa yang mereka lakukan;
· Kelima, tentang
aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
· Keenam, tentang
ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai
bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip
keuangan atau akuntansi;
· Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet
sebagai bagian dari perdagangan
atau bisnis usaha.
Asas-asas Cyber Law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum
yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
· Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat
perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
· Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama
perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara
yang bersangkutan.
· nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum
berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
· passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
· protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara
untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar
wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau
pemerintah,
· Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan
hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest
jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak
untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian
diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes
against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan
udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini
mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking,
carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas
ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan
dalam hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber
dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan
hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat
diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and
passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally
significant (online) phenomena and physical location.
Teori-teori cyberlaw
Berdasarkan karakteristik khusus yang
terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai
berikut :
· The Theory of the Uploader and the
Downloader, Berdasarkan teori ini, suatu
negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang
diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara
dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan
perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya
untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu
negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini.
· The Theory of Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik
berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori
ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk
pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan
apabila
uploader berada dalam jurisdiksi asing.
· The Theory of InternationalSpaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi
adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional,
yakni sovereignless quality.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar